Technology

BREAKING

Kamis, 18 September 2014

METODOLOGI FORMULASI HUKUM ISLAM


METODOLOGI FORMULASI HUKUM ISLAM

Resume Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ushul Fiqh II

Dosen Pengampu:
Dr.Hj. TUTIK HAMIDAH, M.Ag
Description: D:\FAKHRUDDIN\LOGO BW MAULANA MALIK IBRAHIM.jpg
  







Oleh :
Wibisono Nugroho (NIM. 13210155)


KELAS B

JURUSAN AL-AKHWAL ASY-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2014





Metodologi Formulasi Hukum Islam
Sumber hukum Islam pada dasarnya ada dua macam:
1. Sumber “tekstual” atau sumber tertulis (nushush), yaitu langsung berdasarkan teks Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
2. Sumber “non tekstual” atau sumber tak tertulis (ghair al-nushush), seperti istihsandan qiyas. Meskipun sumber hukum kedua ini tidak langsung mengambil dari teks Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi pada hakikatnya digali dari Al-Qur’an Al-Qur’an dan Sunnah.
Dari pembagian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya metode pemahaman hukum Islam yang berangkat melalui pemahaman secara langsung dari teks disebut metode lafzhiyyah. Sedangkan pemahaman secara tidak langsung dari teks Al-Qur’an dan Sunnah disebut metode ma’nawiyyah. Kedua metode itu sama-sama digunakan dalam memahami dan merumuskan hukum Islam.
Pemahaman Teks Al-Qur’an dan Sunnah
Teks Al-qur’an dan Sunnah, yakni sumber dan dalil pokok Islam adalah berbahasa Arab. Untuk dapat memahami dan menggali hukum dari teks kedua sumber hukum tersebut sangat tergantung pada kemampuan berbahasa Arab. Maka dari itu, para ahli Ushul menetapkan bahwa pemahaman teks dan penggalian hukum harus berdasarkan kaidah tersebut. Dalam hal ini mereka berpegangan pada dua hal:
1. Pada petunjuk kebahasaan dan pemahaman kaidah bahasa Arab dari teks tersebut dalam hubungannya dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
2. Pada petunjuk Nabi dalam memahami hukum-hukum Al-Qur’an dan penjelasan Sunnah atas hukum-hukum Qur’ani tersebut. Dalam hal ini lafaz ‘Arabiitu mencakup 4 segi pokok pembahasaan:
a. Pemahaman lafaz dari segi arti dan kekuatan penggunaannya terhadap maksud kehendak Allah yang terdapat dalam lafaz itu.
b. Pemahaman lafaz dari segi penunjukannya terhadap hukum.
c. Pemahaman lafaz dari segi kandungannya terhadap satuan pengertian (afrad) dalam lafaz itu.
d. Pemahaman lafaz dari segi gaya bahasa yang digunakan dalam menyampaikan tuntutan hukum taklif.

 Pemahaman teks al quran dan sunah

            Teks al quran dan sunah adalah berbahasa arab, karena nabi yang menerima dan menjelaskan al quran itu menggunakan bahasa  arab. Oleh kareana itu, setiap usaha memahami dan menggali hukum dari teks sumber hukum tersebut sangat tergantung pada kemampuan bahasa arab. Oleh karena itu, setiap usaha memahami dan menggali hukum dari teks kedua sumber hukum sangat tergantung pada pemahaman bahasa arab.

Lafadz dari segi kejelasan artinya

Secara garis besar lafaz dari segi kejelasa artinya terbagi pada dua macam :
1.      Lafaz yang telah terang artinya dan jelas penunjukkannya terhadap makana yang dimaksud sehingga tidak harus ada penjelasan. Lafaz yang terang artinya terbagi pada 4 tingkatan :
·         Zhahir
·         Nash
·         Mufassar
·         Muhkam
2.      Lafaz yang belum telah terang artinya dan belum jelas penunjukkannya pada makna yang dimaksud kecuali dengan penjelasan dari luar lafaz. Lafaz yang belum terang artinya terbagi pada 4 tingkatan:
·         Tidak terang
·         Lebih tidak terang
·         Sangat tidak terang
·         Paling tidak terang

Lafadz dari segi penggunaannya

Setiap lafaz mengandung arti dan maksud tertentu yang dapat dipahami seseorang ketika ia mendengar kata itu diucapakan atau ketika lafaz itu ia baca dalam tulisan. Lafaz dalam segi penggunaannya digolongkan kepada haqiqah dan majaz. Sedangkan dari segi kejelasan untuk menyampaikan suatu maksud lafaz tersebut dikelompokkan pada sharih dan kinayah.
1.      Haqiqah dan majaz
Dua kata dalam bentuk mutadhayyayifan atau relative term, dalam dua kata yang selalu berdampingan dan setiap kata akan masuk ke dalam salah satu diantaranya. Para ulama memberikan arti yang berbeda terhadap kata haqiqah dan majaz perbedaan tersebut hanya dalam hal perumusan saja sedangkan pengertian berdekatan.
2.      Sharih dan kinyah
Sharih Secara arti kata berarti terang ia menjelaskan apa yang ada dalam hatinya terhadap orang lain dengan seterang mungkin. Maksud lain ialah lafaz yang digunakan tanpa memerlukan penjelasan lagi.
Kinayah secara arti kata berarti mengatakan sesuatu untuk menunjukkan kata lain. Secara istilah berarti apa yang dimaksud dengan suatu lafaz bersifat tertutup sampai dijelaskan oleh dalil.




Lafaz dari segi kandungan pengertiannya

Setiap lafaz yang digunakan dalam teks hukum mengandung suatu pengertian yang mudah dipahami oleh orang yang menggunakan lafaz tersebut. Ada pula lafaz yang mengandung beberapa pengertian yang merupakan bagian-bagian dari lafaz itu. Disamping itu ada pula lafaz yang mengandung suatu pegertian tertentu saja. Lafaz yang mengandung pengertian tertentu tersebut dibagi dalam:
1.      Am
2.      Khas
3.      Mutlaq
4.      Muqayyad

Lafaz dari segi penunjukan atas hukum

Arti dilalah secara umum adalah memahami sesuatu atas sesuatu. Kata sesuatu yang disebut pertama ialah madlul (yang ditunjuk). Kata sesuatu yang disebut kedua ialah dalil (yang menjadu petunjuk).
Ditinjau dari segi bentuk dalil yang digunakan dalam mengetahui sesuatu, dilalah itu ada dua macam yaitu sebagai berikut:
1.      Dilalah lafdziyah
Dilalah dengan dalil yang digunakan untuk memberi petunjuk kepada sesuatu dalam bentuk lafaz, suara atau kata.
2.      Dilalah ghairu lafdziyah
Dalil yang digunakan bukan dalam bentuk suara, bukan lafaz dan bukan pula dalam bentuk lafaz.

Lafadz dari Segi Kjelasan Artinya
            Secaragaris besar lafadz dari segi kejelasan artinya bisa dibagi  menjadi dua macam:
a.       Lafadz yang terang artinya dan jelas penunjukan makna yang dimaksud sehingga karna kejelasan itu beban hukum bisa diterapkan tanpa adanyapenjelasan dari luar.
b.      Lafadz yang belum terang artinya dan belum jelas penunjukan makna yang dimaksud kecuali dengn penjelasan dari luar lafadz itu.
Lafadz yang terang artinya
            Lafadz yang terang artinya terbagi menjadi 4 tingkat yang mana dari segi kejelasan artinya berbeda yakni :
a.       Zhahir
Ulama ushul memberikan rumusan yang berbeda-beda terhadap definisi tentang  lafaz zhahir, dari sekian banyak definisi yang dikemukakan oleh ulama ushul terdapat salah satu definisi yang tampaknya lebih sempurna yakni definisi yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf yang mengataan “lafadz yang dengan sighatnya sendiri mnunjukkan apa yang dimaksud tanpa tergantung pemahamannya kepada lafaz lain, tetapi bukan maksud itu yang dituju dalam ungkapan serta ada kemungkinan untuk diatkwilkan (difahami dalam maksud lain)  ”
Contoh lafadz zhahir dlam firmn Alah (al Baqarah : 275) :
ﻮﺃﺤﻞﺍﻠﻠﻪﺍﻠﺐﻴﻊﻮﺤﺮﻢﺍﻠﺮﺒ
Ayat diatas mengandung arti yang sangat jelas yakni menghalalkan jual-beli dan mengharakan riba’, karna makna inilah yang mudah untuk ditankap tanpa memerlukan qarinah yang menjelaskan. Tetapi disisi lain bukan hanya itu makna yang terkandung di dalamnya tetapi ayat ini sekaligus untuk membantah anggapan orang munafik yang menyatakan jual beli dan riba’ itu memiliki hukum yang sama. Makna sebenarnya yang dimaksud oleh ayat tersebut bisa dilihat dari asbabu an nuzul dari ayat tersebut
Ketentuan yang menyangkut lafaz zhahir bila berhubungan dengan hukum makawajib mengamalkan hukum menurut lahirnya selama tidak ada dalil lain yang menunjukkan makna lain dari lafaz itu.
b.      Nash
1.      Definisi nash menurut al-Uddah : lafaz yang jelas dalam hukumnya  meskipun lafaz itu mungkin dipahami untuk maksud yang lain.
2.      Ulama’ Hanafiyah mengatakan nash adalah “lafaz yang dengan sighatnya sendiri menunjukkan makna yang dimaksud secara langsung menurut apa yang diungkapkan dan ada kemungkinan ditakwilkan”
Contoh lafadz zhahir dlam firmn Alah (al Baqarah : 275) :
ﻮﺃﺤﻞﺍﻠﻠﻪﺍﻠﺐﻴﻊﻮﺤﺮﻢﺍﻠﺮﺒ
Ayat tersebut bertujuan untuk menyatakan perbedaan yang nyata antara jual beli dengan riba sebagai sanggahan orang yang menganggapnya sama.
Nash dalam penunjukannya tarhadap hukum adalah lebih kuat dibandingkan zhahir, karena penunjukan nash lebih terang dari segi maknanya,nash itulah yang ditinju dari ungkapan asal sedangkan zhahir bukanlah tujuan langsungtentangan antara nash dari yang mengungkapkannya, atas dasar itu apabila terjadi pertntangan antara nash dengan zhahir dalam penunnjukan arti maka didahulukan yang nash dibandingkan yang zhahir.
c.       Mufassar
Mufasar lebih jelas jika dibandingkan dengan nash dan zhahir.
Ada beberapa definisi tentang mufassar yakni :
1.      Al-Sarkhisi mendefinisikan “nama bagi sesuau yang deiknal dengannya secara terbuka dalam benuk yang tidak ada kemungkinan mengadung makna lain”
2.      Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan “suatu lafaz dengan sighatnya sendiri memberi petunjuk kepada makna yang terperinci, begitu terperincinya sehingga tidak dapat dipahami adanya makna lain dari lafaz itu”
3.      Al-Uddah mendefinisikan “suatu lafaz yang dapat diketahui maknanya dari lafaznya sendiri tanpa memerlukan qarinah yang menafsirkannya”
Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui haikat lafaz mufasar adalah :
v  Pnunnjukan terhadap maknanya jelas sekali
v  Penunnjukannya dari lafaz itu sendiri tnpa ada qarinah dari luar
v  Karna sudah jelas dan terperinci maka tidak mungkin di ta’wilkan
Mufasar  ada dua macam :
1.      Menurut asalnya lafaz itu sudah jelas dan terperinci sehingga tidak perlu penjelasan lebih lanjut seperti firman Allah dalam surat an-Nur ayat 4 yang artinya : orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan baik (berzina) kemudian mereka tidak mendatangkan empat saksi maka deralah mereka delapan puluh kali
Bilangan yang tertera diatas sudah jelas dan tidak mungkin untuk diartikan lebih banyak atau lebih sedikit.
2.      Asalnya lafaz itu belum jelas (ijmal) dan memberikan kemungkinan beberapa pemahaman arti, kemudian datang dalil lain yang menjelaskan artinya sehingga menjadi jelas lafaz seperti itu bisa disebut “mubayyan”.
Seperti yang terdapat dalam surat an-Nisa: 92 yang artinya:
                                    Orng-orang yang membunuh orang beriman seara tidak sengaja, hendaklah ia memerdekakan hamba sahaya dan menyerahan diyat kepada  keluaranya.
                                    Ayat diatas menyangkut leharusan membayar diyat kepaa keluarga korban tapi tidak tertera jelas jumlah, bentuk dan macam diyat ang harus dikeluarkan. Sesudah turun ayat ini datang penjelasan nabi tentang diyat sehigga ayat diatas menjadi terperinci dan jelas artinya
d.      Muhkam
Lafaz muhkam adalah lafaz yang dari sighatnya sendiri memberi petunjuk kepada maknanya sesuai dengan pembentkan lafaznya secara penunnjukan yang jelas, sehingga tidak menerima kemungkinan pembatalan, penggantian maupun ta’wil.
Lafaz muhkam berada pada posisi teratas dari segi kejelasan artinya karena makna dari lafaz tersebut sesuai dengan kehendak si pembicara.
Contoh: dalam suat an-Nur yang artinya “jangan kamu terima kesaksian dari mereka selama-lamanya” .
Mahkum ada 2 macam :
1.      muhkam lizatihi : lafaz yang mana tidak mungkin ada pembatalan atau pencabutan yang disebabkan atau berasal di lafadz  itu sendiri
2.      muhkam lighairih: lafaz yang mana tidak ada pembatalan atau pencabutan bukan karena lafaz itu sendiri melainkan karena tidak ada nash yang mencabutnya.

Lafadz dari Segi Kejelasan Artinya



Lafadz yang terang artinya
Lafadz yang belum terang artinya
Zhahir

Nash

Mufassar

Muhkam

Lafadz yang Jelas menurut Mutakallimin (syafi’iyah) yaitu: Dzahir dan Nash, kedua bentuk lafadz ini disebut kalam mubayyan, yaitu dalil lain yang menjelaskan arti atau maksudnya sehingga ia menjadi jelas.
1.       Dzahir  yaitu mempunyai kemungkinan untuk ditakwil.
2.       Nash yaitu suatu lafadz yang tidak mempunyai kemungkinan ditakwil.
Muawwal  adalah memalingkan lafadz dari arti yang lahir kepada arti lain yang mungkin di jangkau oleh dalil. Hukum dari takwil yaitu:
a.       Takwil maqbul atau takwil yang diterima yaitu takwil yang telah memenuhi persyaratannya.
b.       Takwil ghoiru maqbul atau takwil yang ditolak yaitu takwil yang didasarkan kepada selera dan tidak terpenuhi syarat yang ditentukan.
Perbandingan dzahir dengan nash menurut madzhab Hanafiyah yaitu :
1.       Lafadz dzahir bila berhubungan dengan hukum maka wajib mengamalkan hukum menurut lahirnya selama tidak ada dalil lain yang menunjukkan lain dari lafadz itu.
2.       Nash penunjukannya terhadap hukum adalah lebih kuat dibandingkan dengan dzahir, karena lebih jelas dari segi maknanya.  Oleh karena itu apabila terdapat pertentangan makana antara nash dengan dzahir dalam penunjukannya, maka di dahulukan yang nash.

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 TWIEN NUGROHO
Design by FBTemplates | BTT