RESUME LAFAZ YANG TIDAK TERANG ARTINYA
Resume Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ushul Fiqh II
Dosen Pengampu:
Dr.Hj. TUTIK HAMIDAH, M.Ag
Oleh :
Wibisono Nugroho (NIM. 13210155)
KELAS B
JURUSAN AL-AKHWAL ASY-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2014
1. Lafaz
Yang Tidak Terang Artinya Menurut Hanafiyyah.
Lafaz yang tidak terang artinya terbagi
dalam 4 macam tingkatan, penjelasanya dapat diterangkat sebagai berikut:
A.
Khafi.
Lafaz kahfi ialah suatu lafaz yang samar artinya dalam
sebagian penunjukan dilalahnya yang disebabkan oleh factor luar, bukan dari
segi sighat lafaz. Lafaz kahfi itu sebenarnya dari segi lafanya menunjukkan
arti yang jelas namun dalam penerapan artinya terhadap sebagian lain dari
satuan artinya terdapat kesamaran. Untuk menghilangkan kesamaran itu diperlukan
penalaran dan takwil. Contoh lafaz kahfi ialah سارق pencuri dalam firman Allah
Surat
Al-Maidah (5).
B.
Musykil.
Lafaz
musykil ialah suatu lafaz yang samar artinya disebabkan lafaz itu sendiri. Sumber kesamaran dari lafaz itu adakalanya karena lafaz itu digunakan untuk arti yang banyak
sehingga tidak dapat dipahami artinya jika hanya dengan melihat lafaz tersebut. Contohnya lafaz quru’ dalam Surat Al-Baqarah (2) ayat 228.
C.
Mujmal.
Menurut bahasa al-mujmal berari samar. Dan menurut istilah
berarti: lafaz yang dengan bentuk (shigat)-nya tidak menunjukkan kepada
pengertian yang dikehendaki olehnya, dan tidak tedapat qarinat-qarinat lafaz
atau keadaan yang dapat menjelskannya. Maka sebab kesamaran di dalam al-mujmal
ini bersifat lafzhiy, bukan bersifat ‘aridhiy (sifat yang baru datang dari luar
lafaznya). Contoh lafaz mujmal ialah lafaz yang artinya
dipindahkan oleh syara’ dari arti bahasa ke arti syara’,
seperti lafaz salat, zakat, puasa, dan haji. Lafaz salat
menurut bahasa diartikan dengan doa, namun menurut syara’ ialah suatu
perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
D. Mutasyabih.
Mutasyâbbih ialah lafal yang petunjuknya
memberikan arti yang dimaksud oleh lafal itu sendiri, sehingga tidak ada di
luar lafal yang dipergunakan untuk memberikan petunjuk tentang artinya dan juga syara’ tidak menerangkan tentang artinya.
Contohnya QS. Hud (11) ayat 37.
Contohnya QS. Hud (11) ayat 37.
2.
Lafadz Yang Tidak Jelas Menurut Mutakallimin.
Ulama
mutakallimin (syafi'iyah) berbeda pendapat dengan ulama’ hanafiyah, dapat
disimpulkan bahwa mereka membagi lafadz ini dalam dua bagian, yaitu mujmal
dan mutasyabih. Berikut penjelasanya:
A. Mujmal: suatu lafadz yang
menunjukkan makna yang dimaksud, tetapi petunjuknya tidak jelas.
Contoh: واقيمواالصلاة
واتواالزكاة
Lafadz
sholat dab zakat disini adalah mujmal, sehngga memerlukan penjabaran yang lebih
jelas.
v Macam Macam mujmal :
Ø Mujmal dalam lafal tunggal.
Contohnya firman Allah yang berbunyi:
“Perempuan yang diceraikan suaminya, menantikan iddahnya tiga quru.” (Q.S.
al-Baqarah: 228).
Lafal quru’ ini
disebut dengan mujmal karena mempunyai dua makna, yaitu haid
dan suci. Kemudian mana di antara dua macam arti yang
dikehendaki oleh ayat tersebut maka diperlukan penjelasan,
yaitu bayan.
Ø Mujmal dalam lafal yang murakkab (susunan
kata-kata).
Contohnya firman Allah yang artinya:
“Atau orang yang memegang ikatan
pernikahan memaafkan.”(Q.S.Al-Baqarah: 237).
Dalam ayat tersebut masih terdapat ijmal tentang
menentukan siapa yang di maksud orang yang memegang kekuasaan atas ikatan
pernikahan itu, mungkin yang dimaksud adalah suami atau wali. Kemudian untuk
menentukan siapa diantara kedua itu yang dimaksud pemegang ikatan nikah maka
diperlukan penjelasan (bayan).
Ø Mujmal pada tempat
kembalinya dhamir.
Contohnya sebagaimana hadits:
لايمنع أحدكم جاره أن يضع خشبة في جداره
“janganlah salah seorang di antara kamu menghargai tetangganya untuk
meletakkan kayu pada dindingnya.”
Kata-kata nya pada dindingnya tersebut masih mujmal artinya
belum jelas, apakah kembalinya itu kepada dinding orang itu atau
kepada tetangganya.
B. Mutasyabih: lafadz yang tidak
jelas artinya dari segi lafadznya sendiri dan tidak ada sama sekali
penjelasannya dari Nabi atau dari cara lainnya, sehingga tetap tidak jelas
artinya. ( sebagaimana dalam pandangan ulama’ Hanafiyah).
Contoh: يدالله
فوق ايديهم
Ayat
tersebut merupakan ayat yang menurut dzahirnya mempersamakan Allah maha
pencipta dengan makhluqnya, sehingga tidak mungkin dipahami menurut arti
lughowinya saja, karena Allah maha suci dari pengertian itu. Dan tidak ada
penjelasannya sama sekali dari ayat lain atau dari Nabi.
Posting Komentar