METODOLOGI
FORMULASI HUKUM ISLAM
Resume Ini Disusun
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ushul Fiqh
II
Dosen
Pengampu:
Dr.Hj. TUTIK HAMIDAH, M.Ag
Oleh :
Wibisono Nugroho (NIM.
13210155)
KELAS B
JURUSAN AL-AKHWAL
ASY-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
UIN MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
TAHUN 2014
Metodologi
Formulasi Hukum Islam
Sumber hukum Islam pada dasarnya ada dua macam:
1.
Sumber “tekstual” atau sumber tertulis (nushush), yaitu langsung berdasarkan
teks Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
2.
Sumber “non tekstual” atau sumber tak tertulis (ghair al-nushush), seperti
istihsandan qiyas. Meskipun sumber hukum kedua ini tidak langsung mengambil
dari teks Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi pada hakikatnya digali dari Al-Qur’an
Al-Qur’an dan Sunnah.
Dari pembagian di atas dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya metode pemahaman hukum Islam yang berangkat melalui pemahaman secara
langsung dari teks disebut metode
lafzhiyyah. Sedangkan pemahaman secara tidak langsung dari teks Al-Qur’an
dan Sunnah disebut metode ma’nawiyyah.
Kedua metode itu sama-sama digunakan dalam memahami dan merumuskan hukum Islam.
Pemahaman
Teks Al-Qur’an dan Sunnah
Teks Al-qur’an dan Sunnah, yakni sumber dan dalil pokok
Islam adalah berbahasa Arab. Untuk dapat memahami dan menggali hukum dari teks
kedua sumber hukum tersebut sangat tergantung pada kemampuan berbahasa Arab.
Maka dari itu, para ahli Ushul menetapkan bahwa pemahaman teks dan penggalian
hukum harus berdasarkan kaidah tersebut. Dalam hal ini mereka berpegangan pada
dua hal:
1.
Pada petunjuk kebahasaan dan pemahaman kaidah bahasa Arab dari teks tersebut
dalam hubungannya dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
2.
Pada petunjuk Nabi dalam memahami hukum-hukum Al-Qur’an dan penjelasan Sunnah
atas hukum-hukum Qur’ani tersebut. Dalam hal ini lafaz ‘Arabiitu mencakup 4 segi pokok pembahasaan:
a.
Pemahaman lafaz dari segi arti dan kekuatan penggunaannya terhadap maksud
kehendak Allah yang terdapat dalam lafaz itu.
b.
Pemahaman lafaz dari segi penunjukannya terhadap hukum.
c.
Pemahaman lafaz dari segi kandungannya terhadap satuan pengertian (afrad) dalam
lafaz itu.
d.
Pemahaman lafaz dari segi gaya bahasa yang digunakan dalam menyampaikan
tuntutan hukum taklif.
Pemahaman teks al quran dan
sunah
Teks al quran dan
sunah adalah berbahasa arab, karena nabi yang menerima dan menjelaskan al quran
itu menggunakan bahasa arab. Oleh
kareana itu, setiap usaha memahami dan menggali hukum dari teks sumber hukum
tersebut sangat tergantung pada kemampuan bahasa arab. Oleh karena itu, setiap
usaha memahami dan menggali hukum dari teks kedua sumber hukum sangat
tergantung pada pemahaman bahasa arab.
Lafadz dari segi kejelasan artinya
Secara garis besar lafaz dari segi kejelasa artinya terbagi pada
dua macam :
1. Lafaz yang telah terang artinya dan jelas penunjukkannya terhadap makana
yang dimaksud sehingga tidak harus ada penjelasan. Lafaz yang terang artinya
terbagi pada 4 tingkatan :
·
Zhahir
·
Nash
·
Mufassar
·
Muhkam
2. Lafaz yang belum telah terang artinya dan belum jelas penunjukkannya
pada makna yang dimaksud kecuali dengan penjelasan dari luar lafaz. Lafaz yang
belum terang artinya terbagi pada 4 tingkatan:
·
Tidak
terang
·
Lebih tidak
terang
·
Sangat
tidak terang
·
Paling
tidak terang
Lafadz dari segi penggunaannya
Setiap lafaz mengandung arti dan maksud tertentu yang dapat
dipahami seseorang ketika ia mendengar kata itu diucapakan atau ketika lafaz
itu ia baca dalam tulisan. Lafaz dalam segi penggunaannya digolongkan kepada
haqiqah dan majaz. Sedangkan dari segi kejelasan untuk menyampaikan suatu
maksud lafaz tersebut dikelompokkan pada sharih dan kinayah.
1. Haqiqah dan majaz
Dua kata dalam bentuk mutadhayyayifan atau relative term, dalam dua kata
yang selalu berdampingan dan setiap kata akan masuk ke dalam salah satu
diantaranya. Para ulama memberikan arti yang berbeda terhadap kata haqiqah dan
majaz perbedaan tersebut hanya dalam hal perumusan saja sedangkan pengertian
berdekatan.
2. Sharih dan kinyah
Sharih Secara arti kata berarti terang ia menjelaskan apa yang ada dalam
hatinya terhadap orang lain dengan seterang mungkin. Maksud lain ialah lafaz
yang digunakan tanpa memerlukan penjelasan lagi.
Kinayah
secara arti kata berarti mengatakan sesuatu untuk menunjukkan kata lain. Secara
istilah berarti apa yang dimaksud dengan suatu lafaz bersifat tertutup sampai
dijelaskan oleh dalil.
Lafaz dari segi kandungan pengertiannya
Setiap lafaz yang digunakan dalam teks hukum mengandung suatu
pengertian yang mudah dipahami oleh orang yang menggunakan lafaz tersebut. Ada
pula lafaz yang mengandung beberapa pengertian yang merupakan bagian-bagian
dari lafaz itu. Disamping itu ada pula lafaz yang mengandung suatu pegertian
tertentu saja. Lafaz yang mengandung pengertian tertentu tersebut dibagi dalam:
1. Am
2. Khas
3. Mutlaq
4. Muqayyad
Lafaz dari segi penunjukan atas hukum
Arti dilalah secara umum adalah memahami sesuatu atas sesuatu. Kata
sesuatu yang disebut pertama ialah madlul (yang ditunjuk). Kata sesuatu yang
disebut kedua ialah dalil (yang menjadu petunjuk).
Ditinjau dari segi bentuk dalil yang digunakan dalam mengetahui
sesuatu, dilalah itu ada dua macam yaitu sebagai berikut:
1. Dilalah lafdziyah
Dilalah dengan dalil yang digunakan untuk memberi petunjuk kepada
sesuatu dalam bentuk lafaz, suara atau kata.
2. Dilalah ghairu lafdziyah
Dalil yang
digunakan bukan dalam bentuk suara, bukan lafaz dan bukan pula dalam bentuk
lafaz.
Lafadz dari Segi Kjelasan Artinya
Secaragaris besar lafadz dari segi
kejelasan artinya bisa dibagi menjadi
dua macam:
a.
Lafadz yang
terang artinya dan jelas penunjukan makna yang dimaksud sehingga karna
kejelasan itu beban hukum bisa diterapkan tanpa adanyapenjelasan dari luar.
b.
Lafadz yang
belum terang artinya dan belum jelas penunjukan makna yang dimaksud kecuali
dengn penjelasan dari luar lafadz itu.
Lafadz yang terang artinya
Lafadz yang terang artinya terbagi menjadi 4
tingkat yang mana dari segi kejelasan artinya berbeda yakni :
a.
Zhahir
Ulama ushul memberikan rumusan yang berbeda-beda
terhadap definisi tentang lafaz zhahir,
dari sekian banyak definisi yang dikemukakan oleh ulama ushul terdapat salah
satu definisi yang tampaknya lebih sempurna yakni definisi yang dikemukakan oleh
Abdul Wahab Khalaf yang mengataan “lafadz yang dengan sighatnya sendiri
mnunjukkan apa yang dimaksud tanpa tergantung pemahamannya kepada lafaz lain,
tetapi bukan maksud itu yang dituju dalam ungkapan serta ada kemungkinan untuk
diatkwilkan (difahami dalam maksud lain)
”
Contoh lafadz zhahir dlam firmn Alah (al Baqarah :
275) :
ﻮﺃﺤﻞﺍﻠﻠﻪﺍﻠﺐﻴﻊﻮﺤﺮﻢﺍﻠﺮﺒﺍ
Ayat diatas mengandung arti yang sangat jelas yakni
menghalalkan jual-beli dan mengharakan riba’, karna makna inilah yang mudah
untuk ditankap tanpa memerlukan qarinah yang menjelaskan. Tetapi disisi lain
bukan hanya itu makna yang terkandung di dalamnya tetapi ayat ini sekaligus
untuk membantah anggapan orang munafik yang menyatakan jual beli dan riba’ itu
memiliki hukum yang sama. Makna sebenarnya yang dimaksud oleh ayat tersebut bisa dilihat dari
asbabu an nuzul dari ayat tersebut
Ketentuan yang menyangkut lafaz zhahir bila
berhubungan dengan hukum makawajib mengamalkan hukum menurut lahirnya selama
tidak ada dalil lain yang menunjukkan makna lain dari lafaz itu.
b.
Nash
1.
Definisi nash
menurut al-Uddah : lafaz yang jelas dalam hukumnya meskipun lafaz itu mungkin dipahami untuk
maksud yang lain.
2.
Ulama’
Hanafiyah mengatakan nash adalah “lafaz yang dengan sighatnya sendiri
menunjukkan makna yang dimaksud secara langsung menurut apa yang diungkapkan
dan ada kemungkinan ditakwilkan”
Contoh lafadz zhahir dlam firmn Alah (al Baqarah :
275) :
ﻮﺃﺤﻞﺍﻠﻠﻪﺍﻠﺐﻴﻊﻮﺤﺮﻢﺍﻠﺮﺒﺍ
Ayat tersebut bertujuan untuk menyatakan perbedaan
yang nyata antara jual beli dengan riba sebagai sanggahan orang yang
menganggapnya sama.
Nash dalam penunjukannya tarhadap hukum adalah
lebih kuat dibandingkan zhahir, karena penunjukan nash lebih terang dari segi
maknanya,nash itulah yang ditinju dari ungkapan asal sedangkan zhahir bukanlah
tujuan langsungtentangan antara nash dari yang mengungkapkannya, atas dasar itu
apabila terjadi pertntangan antara nash dengan zhahir dalam penunnjukan arti
maka didahulukan yang nash dibandingkan yang zhahir.
c.
Mufassar
Mufasar lebih
jelas jika dibandingkan dengan nash dan zhahir.
Ada beberapa definisi tentang mufassar yakni :
1.
Al-Sarkhisi
mendefinisikan “nama bagi sesuau yang deiknal dengannya secara terbuka dalam
benuk yang tidak ada kemungkinan mengadung makna lain”
2.
Abdul Wahab
Khalaf mendefinisikan “suatu lafaz dengan sighatnya sendiri memberi petunjuk
kepada makna yang terperinci, begitu terperincinya sehingga tidak dapat
dipahami adanya makna lain dari lafaz itu”
3.
Al-Uddah
mendefinisikan “suatu lafaz yang dapat diketahui maknanya dari lafaznya sendiri
tanpa memerlukan qarinah yang menafsirkannya”
Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui
haikat lafaz mufasar adalah :
v Pnunnjukan terhadap maknanya jelas sekali
v Penunnjukannya dari lafaz itu sendiri tnpa ada
qarinah dari luar
v Karna sudah jelas dan terperinci maka tidak mungkin
di ta’wilkan
Mufasar ada dua macam :
1.
Menurut
asalnya lafaz itu sudah jelas dan terperinci sehingga tidak perlu penjelasan
lebih lanjut seperti firman Allah dalam surat an-Nur ayat 4 yang artinya :
orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan baik (berzina) kemudian mereka
tidak mendatangkan empat saksi maka deralah mereka delapan puluh kali
Bilangan yang tertera diatas sudah jelas dan tidak
mungkin untuk diartikan lebih banyak atau lebih sedikit.
2.
Asalnya lafaz
itu belum jelas (ijmal) dan memberikan kemungkinan beberapa pemahaman arti,
kemudian datang dalil lain yang menjelaskan artinya sehingga menjadi jelas
lafaz seperti itu bisa disebut “mubayyan”.
Seperti yang terdapat dalam surat an-Nisa: 92 yang
artinya:
Orng-orang
yang membunuh orang beriman seara tidak sengaja, hendaklah ia memerdekakan
hamba sahaya dan menyerahan diyat kepada
keluaranya.
Ayat diatas
menyangkut leharusan membayar diyat kepaa keluarga korban tapi tidak tertera
jelas jumlah, bentuk dan macam diyat ang harus dikeluarkan. Sesudah turun ayat
ini datang penjelasan nabi tentang diyat sehigga ayat diatas menjadi terperinci
dan jelas artinya
d.
Muhkam
Lafaz muhkam adalah lafaz yang
dari sighatnya sendiri memberi petunjuk kepada maknanya sesuai dengan
pembentkan lafaznya secara penunnjukan yang jelas, sehingga tidak menerima
kemungkinan pembatalan, penggantian maupun ta’wil.
Lafaz muhkam berada pada posisi teratas dari segi
kejelasan artinya karena makna dari lafaz tersebut sesuai dengan kehendak si
pembicara.
Contoh: dalam suat an-Nur yang artinya “jangan kamu
terima kesaksian dari mereka selama-lamanya” .
Mahkum ada 2 macam :
1.
muhkam
lizatihi : lafaz yang mana tidak mungkin ada pembatalan atau pencabutan yang
disebabkan atau berasal di lafadz itu
sendiri
2.
muhkam
lighairih: lafaz yang mana tidak ada pembatalan atau pencabutan bukan karena
lafaz itu sendiri melainkan karena tidak ada nash yang mencabutnya.
Lafadz dari Segi Kejelasan
Artinya
|
Lafadz yang terang artinya
|
Lafadz yang belum terang artinya
|
Lafadz yang Jelas menurut Mutakallimin
(syafi’iyah) yaitu: Dzahir dan Nash, kedua bentuk lafadz ini disebut kalam
mubayyan, yaitu dalil lain yang menjelaskan arti atau maksudnya sehingga ia
menjadi jelas.
1.
Dzahir
yaitu mempunyai kemungkinan untuk ditakwil.
2.
Nash yaitu suatu lafadz yang tidak mempunyai
kemungkinan ditakwil.
Muawwal adalah memalingkan lafadz dari arti yang
lahir kepada arti lain yang mungkin di jangkau oleh dalil. Hukum dari takwil
yaitu:
a.
Takwil maqbul atau takwil yang diterima yaitu
takwil yang telah memenuhi persyaratannya.
b.
Takwil
ghoiru maqbul atau takwil yang ditolak yaitu takwil yang didasarkan kepada
selera dan tidak terpenuhi syarat yang ditentukan.
Perbandingan dzahir dengan nash menurut
madzhab Hanafiyah yaitu :
1.
Lafadz dzahir bila berhubungan dengan hukum maka
wajib mengamalkan hukum menurut lahirnya selama tidak ada dalil lain yang
menunjukkan lain dari lafadz itu.
2.
Nash penunjukannya terhadap hukum adalah lebih
kuat dibandingkan dengan dzahir, karena lebih jelas dari segi maknanya. Oleh karena itu apabila terdapat pertentangan
makana antara nash dengan dzahir dalam penunjukannya, maka di dahulukan yang
nash.